Halo sahabat chaakra, pada tahun 2024, pertumbuhan sektor properti mengalami peningkatan sebesar 6% dari tahun sebelumnya, peningkatan ini didukung dengan adanya penjualan properti di Ibu Kota Negara (IKN). Sektor properti Indonesia terdiri atas sektor konstruksi dan sektor real estate sehingga dapat berupa perumahan, apartement, pertokoan, dan sebagainya.

Sahabat Chaakra perlu diketahui bahwa sektor properti dapat kita kelompokkan dalam lima sektor properti, yaitu pertama Properti Residensial yang digunakan dengan tujuan perumahan (Rumah, Apartement, Kondo, Rumah Susun). Kedua, Properti Komersial yang digunakan dengan tujuan bisnis (Perkantoran, Hotel, Tempat belanja, Restoran). Ketiga, Properti Industri yang digunakan dengan tujuan manufaktur/distribusi (pabrik, Gudang). Keempat, Tanah Kosong yang belum dikembangkan untuk berbagai keperluan. Kelima, Properti investasi, seperti properti sewa (property yang dibeli untuk tujuan penyewaan) dan properti rekreasi dengan tujuan pariwisata (villa, resor).

Sahabat Chaakra mungkin sering melihat contoh dari masing-masing jenis properti ini dalam kehidupan sehari-hari, namun apakah Sahabat pernah berpikir tentang tantangan yang mungkin timbul dari peningkatan pembangunan properti ini? Saat permintaan dan pembangunan properti meningkat, tantangan terhadap keberlanjutan hunian yang nyaman juga semakin besar. Salah satu contoh ketidakberkelanjutan adalah kurangnya perhatian terhadap ventilasi yang baik, pencahayaan alami, dan penggunaan material yang berbahaya bagi kesehatan. Hal ini bisa menurunkan kualitas udara di dalam ruangan dan berdampak negatif pada kenyamanan para penghuni.

Selain itu, ketidakberlanjutan di luar area pembangunan sering kali disebabkan oleh kebutuhan lahan yang berlebihan sehingga mengorbankan berbagai hal penting, seperti penggundulan hutan, pencemaran lingkungan, berkurangnya keanekaragaman hayati, dan hilangnya ruang terbuka hijau. Setiap Sahabat Chaakra melihat area yang ditanami banyak tumbuhan, maka itu bisa dikatakan Ruang Terbuka Hijau yang dapat memberikan manfaat psikologis, seperti menurunkan kadar stress dan memberikan ketenangan.

Oleh karena itu, salah satu tantangan terbesar pembangunan properti saat ini adalah minimnya penerapan prinsip desain berkelanjutan yang tidak hanya memperhatikan kenyamanan penghuninya saja, tetapi juga memperhatikan alam dan lingkungan tempat bangunan itu berdiri. Menurut Sassi (2006) terdapat enam prinsip desain properti berkelanjutan, yaitu Lahan (Land Use), Energi, Air, material, kesehatan, dan komunitas. Prinsip-prinsip ini perlu kita diterapkan karena setiap perencanaan pembangunan akan berdampak pada generasi mendatang sehingga penting untuk memiliki kesadaran mengenai perlunya memperhatikan lingkungan dalam mendesain bangunan (Tanuwidjaja, 2012).

Melihat peluang pertumbuhan properti yang meningkat di Indonesia dan pentingnya penerapan desain properti berkelanjutan, maka dibutuhkan sebuah pendekatan yang tidak hanya fokus terhadap pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan. Salah satu pendekatan yang dapat mendukung keberlanjutan dalam pembangunan properti, yaitu Ekonomi Hijau. Menurut Lembaga UNEP (2009), ekonomi hijau merupakan usaha untuk memperbarui dan memperbaiki operasional bisnis serta perancangan infrastruktur dengan tujuan memberikan manfaat yang lebih besar bagi investasi pada alam, manusia, dan ekonomi, serta mengurangi gas emisi rumah kaca, menghemat sumber daya alam, mengurangi limbah, dan mengurangi kesenjangan sosial

Dengan demikian, dalam mendesain properti harus memperhatikan enam prinsip keberlanjutan dan pendekatan ekonomi hijau. Pertama, Land Use, dengan penentuan fungsi yang mengintegrasikan teknologi canggih untuk mengoptimalkan penggunaan energi, manajemen air, dan kenyamanan penghuni, seperti sensor otomatis untuk pencahayaan dan suhu. Selain itu, membangun infrastruktur transportasi umum, sepeda, jalur pejalan kaki, dan tersedianya area parkir untuk mengurangi pemakaian pada kendaraan pribadi. Penggunaan lahan juga harus terdapat Open Space (Ruang Terbuka Hijau) dengan menyediakan Taman, Ruang Publik, dan koridor ekologis yang mendukung interaksi sosial, kesehatan mental, dan menjaga keanekaragaman hayati.

Prinsip Kedua, yaitu Efesien Energi, dengan mengintegrasikan elemen desain yang mengoptimalkan pencahayaan alami dan ventilasi, serta penggunaan sistem energi terbarukan seperti panel surya. Ketiga, Air, dengan penghematan energi air dengan cara mendaur ulang pemakaian air dan memanfaatkan air dari sumber lain seperti air hujan, air shower sebagai alternatif, dan memonitoring penggunaan air untuk efisiensi penghematan air bersih. Keempat, Material, dengan memilih bahan bangunan yang ramah lingkungan, seperti material daur ulang, kayu bersertifikat, dan bahan yang memiliki jejak karbon rendah.

Kelima, Kesehatan, dengan upaya pengendalian udara bersih, kendali asap rokok pada area properti, kenyamanan penghuni, dan tingkat kebisingan. Ketujuh, Komunitas, dengan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan desain untuk memastikan bahwa proyek memenuhi kebutuhan dan harapan mereka. Dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip tersebut dalam desain properti diharapkan dapat menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih berkelanjutan, nyaman, dan layak huni bagi generasi sekarang dan mendatang.

Sahabat Chaakra juga harus tahu bahwa ada dukungan dari industri keuangan untuk pengembangan properti dan ekonomi hijau. Salah satu contohnya adalah kredit hijau, di mana lembaga keuangan baik bank maupun lembaga pembiayaan nonbank menawarkan produk khusus untuk proyek-proyek yang ramah lingkungan. Misalnya, mereka memberikan kredit untuk pembangunan gedung yang memenuhi standar efisiensi energi atau menggunakan material berkelanjutan.

Sementara itu, pemerintah juga berperan aktif dengan mengeluarkan berbagai regulasi dan kebijakan untuk mendukung proyek yang peduli lingkungan. Salah satunya adalah Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021, yang bertujuan untuk mengatur nilai ekonomi karbon dan mengendalikan emisi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun telah menerbitkan pedoman untuk penerbitan obligasi hijau dan pembiayaan hijau, yang bertujuan mendukung investasi yang berwawasan lingkungan.

Selain itu, pemerintah memberikan pelatihan dan konsultasi kepada para pengembang yang ingin menggarap proyek berkelanjutan, termasuk dalam mendapatkan bantuan biaya berupa kredit hijau. Meskipun sudah ada kemajuan dalam penggunaan kredit hijau, masih terdapat tantangan, seperti kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya kredit hijau di kalangan pelaku bisnis properti. Selain itu, masih ada keterbatasan dalam akses informasi dan data yang dapat dipercaya mengenai potensi proyek-proyek hijau.

Kesimpulannya, sektor properti Indonesia memang menunjukkan potensi besar dengan pertumbuhan yang signifikan, namun hal ini juga membawa tantangan lingkungan yang perlu diatasi. Oleh karena itu, diperlukan desain keberlanjutan dengan pendekatan ekonomi hijau yang mendukung interaksi sosial, kelestarian lingkungan, kenyamanan, dan kesehatan menjadi kunci untuk mencapai tujuan ini. Dengan bersama-sama mengadopsi prinsip ekonomi hijau, kita bisa memastikan bahwa masa depan sektor properti Indonesia tetap berkelanjutan bagi generasi mendatang. Bagaimana menurut Sahabat Chaakra, sudah siap untuk membantu dalam mendukung properti yang berkelanjutan?

Penulis : Reka – Staf Asisten Konsultan Kebijakan Publik